LATAR BELAKANG
Sejak tahun 1994, Republik Indonesia telah memproklamirkan diri sebagai anggota WTO ( World Trade Organization ). Hal ini merupakan pelaksanaan UU No.7 tahun 1994 tentang Persetujuan pembentukan The World Trade Organization / WTO. Konsekwensi yang harus ditindak lanjuti adalah adanya aturan bersama, sesuai kesepakatan, dalam gerak lintas pemasokan jasa, termasuk Jasa Konstruksi antar negara anggota.
Dikenal 4 Modalitas pemasokan jasa lintas Negara :
Mode 1 : Pemasokan jasa lintas batas Negara. Sebagai contoh pemasokan jasa rancang bangun dengan memanfaatkan internet, pos, cd, dsb
Mode 2 : Penggunaan jasa di Negara lain. Sebagai contoh, pasien warga Negara Indonesia yang berobat ke Singapura
Mode 3 : Hadirnya perusahaan asing
Mode 4 : Hadirnya tenaga kerja asing
Pada tahun 2005, 10 Negara yang tergabung dalam kawasan ASEAN, didalamnya termasuk negara Republik Indonesia, membuat kesepakatan, menghadapi global perdagangan Jasa Konstruksi, segera melaksanakan MRA ( Mutual Recognition Arrangement ) disektor bidang konsultasi Jasa Konstruksi, yang diatur dalam CPC ( Central Product Classification ) terbitan PBB ( persatuan Bangsa Bangsa ) Di kesepakatan itu, juga lebih dipertajam, hanya diutamakan untuk Sektor Prioritas yaitu sektor Engineering Services ( CPC-8672 ). Di sektor prioritas ini sudah mencakup kegiatan Jasa Konstruksi berkaitan dengan Design maupun Costruction
MRA merupakan standar bakuan kompetensi untuk menjadi ACPE
Untuk melaksanakan MRA tersebut diatas, ditingkat ASEAN dibentuk CC ( Coordinating Commitee ) dan disetiap negara ASEAN membentuk NMC ( National Monitoring Commitee ). Pembentukan MC di Indonesia, dilandasi terbitnya Permen PU No. 31 Tahun 2006, dan diprogramkan efektif mulai tahun 2010.
BEBERAPA POKOK KESEPAKATAN MRA PADA ENGINEERING SERVICES
Disepakati adanya persyaratan untuk menjadi ACPE, yang teregister di tingkat ASEAN atau disebut sebagai ACPER ( Asean Chartered Profesional Engineer Register )
Diatur kelembagaan yang akan menangani baik dimasing-masing negara ( NMC ) dan koordinator di tingkat ASEAN CC ( Coordinating Committee
Disepakati pula Profesional Regulatory Authority ( PRA ) pada masing-masing negara anggota ASEAN
Seorang ACPE yang akan bekerja di negara ASEAN lainnya harus bekerjasama dengan ACPE di negara tersebut ( host country )
Kesepakatan MRA ini hanya berlaku bagi warga negara anggota ASEAN
Kemudian secara jelas apa ACPER itu.
ACPER adalah para PROFESIONAL ENGINEER yang telah diakui kompetensinya di tingkat ASEAN untuk menyandang SEBUTAN / Gelar ACPE
TINDAK LANJUT DI BIDANG JASA KONSTRUKSI DI INDONESIA
Untuk melindungi kegiatan Jasa Konstruksi di masing – masing Negara ASEAN termasuk Indonesia, maka di Perman PU 31 Tahun 2006 telah memberkan filter terhadap kiprah para Ahli ASEAN yang bekerja di bidang Jasa Konstruksi di Indonesia. Pada Pasal 1 Ayat 10 diberikan ketentuan, yang sesuai dalam kesepakatan MRA, sebagai berikut :
“ Registered Foreign Profesional Engineer ( RFPE ) adalah ACPE dari Negara anggota ASEAN yang telah mendapat ijin dari PRA ( Profesional Regulatory Authority ), yaitu lembaga yang mendapat otoritas untuk melakukan pengaturan praktek jasa rekayasa Negara tujuanuntuk bekerja di Negara tujuan dengan syarat harus bekerjasama dengan ACPE dari Negara tujuan tersebut “
Hal ini mengandung suatu kebutuhan yang sifatnya harus, bagi setiap Negara ASEAN termasuk Indonesia, menyiapkan para tenaga ahli yang sudah memiliki keahlian bersertifikat Asean yaitu ACPE.
Bagi seseorang ahli yang telah mendapatkan sertifikat ACPE, berarti telah diakui sebagai seorang Profesional Engineer yang telah dinyatakan memenuhi kualifikasi sesuai dengan kriteria dan prosedur yang ditetapkan oleh ASEAN Chartered Professional Engineer Coordinating Committee ( ACPECC ).
Sampai awal tahun 2010, ternyata para ahli Indonesia, terutama di Jawa Tengah masih terlena, belum siap untuk menyongsong gerak jasa konstruksi berskala Internasional tersebut. Jangankan mulai berpikir Tenaga Ahli kita berkiprah dinegara ASEAN lainnya, pada saat Perusahaan/Tenaga ahli negara ASEAN diluar Indonesia mau berkiprah di Indonesia / Jawa Tengah, terpaksa batal, karena tidak punya pendamping/bekerjasama dengan Ahli Indonesia yang bersertifikat ACPE. Apakah lalu kita akan berteriak, kita belum siap, yang senyatanya, memang tidak mau siap. Ingat, Permen 31 Tahu 2006 memberi kesempatan 4 tahun untuk kesiapan para insan yang bergerak di dunia Jasa Konstruksi, merupakan waktu yang cukup, dirasakan tidak cukup karena kurang menyadari arti pentingnya Permen 31 Tahun 2006 di dunia Jasa Konstruksi di Indonesia pada umumnya, dan di Jawa Tengah pada khususnya. Mari bergegas, tidak ada istilah terlambat, kalau segera “ cancut taliwondo”. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah ( LPJKD ) Jawa Tengah, bersedia memberikan informasi lebih lanjut bagi yang berminat untuk mendapatkan ACPE. (Disajikan Oleh : Ir. Wisnu Suharto, Dipl.HE, IPU, ACPE/Ketua Umum PII Cab.Semarang Korwil.Jateng)
04 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar